Senin, 09 Januari 2012

Harapan Kedepan Untuk Koperasi Indonesia (WARTAWARGA)

Apabila kita merenungkan semangat dan pemikiran Bung Hatta mengenai peranan koperasi di Indonesia, saya memandang saat ini kita berada di sebuah titik dimana terdapat jarak antara harapan dan realita. Gagasan dan harapan Bung Hatta tentang koperasi adalah sebagai sebuah lembaga swadaya, self-help, bagi lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Sebuah gagasan yang menempatkan koperasi sebagai institusi yang mampu menjadi saka guru (pilar) perekonomian bangsa. Melihat kondisi koperasi di Indonesia saat ini tampaklah bahwa perwujudan peranan koperasi sebagaimana yang di cita-citakan Bung Hatta belum sepenuhnya optimal. Apabila sekitar tahun 1930, koperasi lahir secara alami dari masyarakat, setelah Indonesia merdeka, justru kemudian kelahirannya di domonasi oleh pemerintah. Hal inilah yang memberikan beban bagi pengembangan koperasi di Indonesia. Dominasi oleh pemerintah pada akhirnya sering disalahgunakan dalam pelaksanaannya. Apabila kita mendengar kata koperasi, hal yang terngiang di telinga kita dan menjadi asosiasi dengan koperasi adalah permasalahan-permasalahan seperti subsidi, inefisiensi, dan birokrasi. Ada pandangan yang tidak dapat sepenuhnya disalahkan bahwa tidak

sedikit koperasi tumbuh lantaran koperasi mendapat kesempatan yang lebih besar untuk mengambil manfaat ekonomi dari proyek dan fasilitas pemerintah. Intinya, tidk dapat dimungkiri bahwa gerakan koperasi adalah gerakan yang sarat dengan beban sejarah. Sementara itu, di masa depan, di era globalisasi, idiom-idiom yang terasosiasi dipikiran kita adalah efisiensi, competitiveness, kepuasan pelanggan, corporate value, dan inovasi. Jargon-jagon tersebut hampri tidak relevan dengan asosiasi kita dengan koperasi. Padahal, saat ini perekonomian nasional sedang menghadapi perubahan yang signifikan. Globalisasi ekonomi yang berlangsung intensif sejak satu dekade lalu berdampak pada munculnya kecenderungan pasar global. Dengan terbentuknya pasar global ini, setiap perusahaan tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive-market-nya. Terbentuklah pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain dipasar domestik manapun. Tantangan sepert inilah yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia. Dalam proses pembangunan ekonomi, kia menyadari kerap terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, baik oleh para pelaku ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yng kurang mendapat arah, seperi koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yan tidak terhindarkan dlam sistem ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namun persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos : jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal apapun bagi orang lain. Tidaklah berlebihan apabila ditengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu kita semua berupaya mengangkat atau membawa kembali koperasi kedalam mainstream pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, bukan hanya pertanyaan-pertanyaan mengenai harapan koperasi tetapi juga jawaban yang bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.

(sumber: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/01/harapan-kedepan-untuk-koperasi-di-indonesia-2/)



Rosita Anjarsari / 16210252
2EA03/Ekonomi s1
Universitas Gunadarma

 


 


 


VN:F [1.6.8_931]

Harapan Ekonomi Indonesia Kedepan

Soetrisno (2001) berpendapat bahwa ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan.
Ada dua hal yang sangat mempengaruhi kemampuan sebuah koperasi untuk bisa bertahan atau unggul dalam persaingan (terutama jangka panjang) di pasar, yakni: kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar. Dua koperasi (atau perusahaan) akan mendapatkan kesempatan yang berbeda untuk survive karena masing-masing berbeda dalam kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar yang dihadapi. Namun demikian, ada satu hal yang jelas yakni bahwa dalam bentuk pasar apapun juga, terkecuali monopoli (misalnya persaingan sempurna atau persaingan monopolistik), kemampuan koperasi maupun perusahaan non-koperasi untuk bisa unggul dalam persaingan dalam periode jangka panjang ditentukan oleh kualitas dan efisiensi.
Koperasi di Indonesia akan menghadapi tantangan bahkan ancama serius dari globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia. Terutama mengingat bahwa kemampuan koperasi menghadapi ancaman dan juga kesempatan yang muncul dari globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia sangat dipengaruhi oleh kemampuan akan dua hal tersebut dari sektor bersangkutan. Artinya, jika sektor pertanian Indonesia belakangan ini semakin terkalahkan oleh komoditas-komoditas pertanian impor, sulit mengharapkan koperasi pertanian Indonesia akan survive.
Salah satu perbedaan penting yang membuat koperasi di negara-negara sedang berkembang (NSB) pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya tidak berkembang sebaik di negara-negara maju (NM) adalah bahwa di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam kata lain, bobot politik atau intervensi pemerintah di dalam perkembangan koperasi di NSB atau Indonesia terlalu kuat. Sementara di NM tidak ada sedikitpun pengaruh politik sebagai ”pesan sponsor”. Kegiatan koperasi di NM murni kegiatan ekonomi. Penyebab lainnya, koperasi di NM sudah menjadi bagian dari sistem perekonomiannya, sedangkan di Indonesia koperasi masih merupakan bagian dari sistem sosial politik. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan umum bahwa koperasi di Indonesia penting demi kesejahteraan masyarakat dan keadilan, bukan seperti di NM bahwa koperasi penting untuk persaingan


(sumber: http://destypratwi.blogspot.com/2011/01/harapan-koperasi-indonesia-ke-depan.html )



Rosita Anjarsari (16210252)
2EA03,Ekonomi S1
Universitas Gunadarma