Apabila kita merenungkan semangat dan pemikiran Bung Hatta mengenai peranan koperasi di Indonesia, saya memandang saat ini kita berada di sebuah titik dimana terdapat jarak antara harapan dan realita. Gagasan dan harapan Bung Hatta tentang koperasi adalah sebagai sebuah lembaga swadaya, self-help, bagi lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Sebuah gagasan yang menempatkan koperasi sebagai institusi yang mampu menjadi saka guru (pilar) perekonomian bangsa. Melihat kondisi koperasi di Indonesia saat ini tampaklah bahwa perwujudan peranan koperasi sebagaimana yang di cita-citakan Bung Hatta belum sepenuhnya optimal. Apabila sekitar tahun 1930, koperasi lahir secara alami dari masyarakat, setelah Indonesia merdeka, justru kemudian kelahirannya di domonasi oleh pemerintah. Hal inilah yang memberikan beban bagi pengembangan koperasi di Indonesia. Dominasi oleh pemerintah pada akhirnya sering disalahgunakan dalam pelaksanaannya. Apabila kita mendengar kata koperasi, hal yang terngiang di telinga kita dan menjadi asosiasi dengan koperasi adalah permasalahan-permasalahan seperti subsidi, inefisiensi, dan birokrasi. Ada pandangan yang tidak dapat sepenuhnya disalahkan bahwa tidak
sedikit koperasi tumbuh lantaran koperasi mendapat kesempatan yang lebih besar untuk mengambil manfaat ekonomi dari proyek dan fasilitas pemerintah. Intinya, tidk dapat dimungkiri bahwa gerakan koperasi adalah gerakan yang sarat dengan beban sejarah. Sementara itu, di masa depan, di era globalisasi, idiom-idiom yang terasosiasi dipikiran kita adalah efisiensi, competitiveness, kepuasan pelanggan, corporate value, dan inovasi. Jargon-jagon tersebut hampri tidak relevan dengan asosiasi kita dengan koperasi. Padahal, saat ini perekonomian nasional sedang menghadapi perubahan yang signifikan. Globalisasi ekonomi yang berlangsung intensif sejak satu dekade lalu berdampak pada munculnya kecenderungan pasar global. Dengan terbentuknya pasar global ini, setiap perusahaan tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive-market-nya. Terbentuklah pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain dipasar domestik manapun. Tantangan sepert inilah yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia. Dalam proses pembangunan ekonomi, kia menyadari kerap terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, baik oleh para pelaku ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yng kurang mendapat arah, seperi koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yan tidak terhindarkan dlam sistem ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namun persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos : jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal apapun bagi orang lain. Tidaklah berlebihan apabila ditengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu kita semua berupaya mengangkat atau membawa kembali koperasi kedalam mainstream pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, bukan hanya pertanyaan-pertanyaan mengenai harapan koperasi tetapi juga jawaban yang bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.
(sumber: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/01/harapan-kedepan-untuk-koperasi-di-indonesia-2/)
Rosita Anjarsari / 16210252
2EA03/Ekonomi s1
Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar